Sabtu, 28 November 2009

MTV Lokal Sudah 'Habis'?

Sabtu 28 November 2009, sebuah artikel berjudul 'MTV: Apakah Masih Ada?' Muncul di Kompas, di sebuah kolom berita yang saya suka, yaitu New Wave Marketing.

Sebagai salah seorang entrepreuner, marketing menjadi sebuah bahasan sentral, apalagi dengan perkembangan internet, prinsip low budget high impact bisa menjadi sebuah frasa baru baru nyawa marketing abad ini, alias new wave tadi.

Internet juga yang mendukung marketing dunia musik menjadi lebih frontal, masif dan tentunya menjadi lebih horisontal. Kini bukan hanya YouTube, tetapi ada juga Last.fm, I Like, Stream 8, Vevo, MySpace, serta Facebook yang kini mulai dilirik oleh para musisi untuk melakukan streaming serta promo album.

Dengan perkembangan internet serta kekuatan situs-situs user generated konten yang sangat powerfull, apakah MTV masih diperlukan?

Saya akan mengklusterkan MTV hanya di ranah lokal, yaitu Indonesia.

Lanskap musik Indonesia beberapa tahun kebelakang memberikan sebuah dilema yang tidak ringan, di satu sisi musik Indonesia menjadi tuan di rumah sendiri, tapi di sisi lain para kritikus dan banyak musisi mempertanyakan kualitas musik itu sendiri.

Di tengah itu MTV Indonesia, tetap hadir, tapi dengan durasi yang sangat sebentar, jauh ketika MTV lokal berjaya dan dengan konten juga tidak cult, tidak unik dan tidak menjadi trend setter lagi.

Ok, MTV memang masih punya konser-konser besar yang masif, tapi semua stasiun tv pun punya, bahkan lebih sering dan lebih masif.

Lalu, pertanyaannya akan bertambah, apakah MTV masih bisa disebut sebagai trend setter?

New Wave Marketing memberikan sebuah jalur baru bahwa laskap bisnis akan menjadi horisontal. Lanskap bisnis bukan hanya tentang cara pandang konsumen yang kini menjadi kolaboratif, pastisipatif, dan peer to peer minded, tapi dari sisi perusahaan juga harus merubah pola kelesuruhan cara pandang termasuk eksekusi strategi dalam menghadapi new wave ini.

Peranan social media serta seluruh social gear-nya harus dimaksimalkan dalam menjalankan semua aspek-aspek marketing.

Dan menurut saya, peranan pola pikir horisontal itu belum maksimal untuk dilakukan MTV untuk lokal Indonesia. Dengan gempuran dari dua arah yang berbeda, channel tv dan channel internet, saya ragu, apakah MTV Indonesia akan bertahan sebagai salah satu penentu trend musik, fashion dan urban style seperti jaman kejayaannya jaman 90-an.

Dan atas pertanyaan "MTV: Apakah Masih Ada?" dalam artikel dengan judul yang sama di Surfing The New Wave Marketing, Kompas.com, sambil mengikuti persyaratan untuk sebuah event besar pemasaran Indonegsia bertajuk Bloggers@MarkPlus Conference 2010, saya akan menjawab: MTV lokal sudah hampir tidak ada.
MTV Lokal Sudah 'Habis'?SocialTwist Tell-a-Friend

Jumat, 27 November 2009

Menemukan Hal Inti Dari Bisnis dan Pemasaran

Setiap hari bisnis baru bermunculan, dengan berbagai jenis bentuk dan segmentasi yang juga bermacam-macam. Tapi ini bukan berarti para pebisnis rookie atau pemula tidak bisa menemukan kesuksesan dalam bisnis mereka, karena ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk keluar dari kerumunan dan bersinar.

Anda bisa menciptakan logo yang keren, tagline yang indah atau pun kebalikaan itu semua, sebuah gabungan logo yang sangat out of the box.

Tapi semua itu tidak akan bisa membuat merek dan bisnis anda keluar dari kerumunan, jika semua pesaing melakukan hal sama, jika saingan anda membuat logo yang sama atau lebih baik dengan tagline yang lebih memikat semua akan percuma dan sia-sia.

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan bagi bisnis kecil atau menengah untuk keluar dari kerumunan persaingan dan bersinar di mata konsumen.

John jantsch dalam bukunya yang berjudul pemasaran Duch Tape, menjelaskan bahwa sebuah perencanaan pemasaran haruslah menemukan berbagai hal inti. Pemasaran bukan hanya visual logo yang bagus, bukan hanya tagline yang baik, dan bukan hanya kombinasi yang tepat dari itu semua.

Pemasaran adalah sebuah proses penemuan hal inti. Sesederhana itu.

Namun, hasil dari penemuan hal inti tidak akan sesederhana konsep. Hasil yang akan didapatkan akan membuat bisnis anda bersinar dan keluar dari kerumunan.

Hal inti adalah bagaimana anda menemukan apa yang sebenarnya anda kerjakan dan berikan pada klien anda. Jika anda adalah seorang arsitek maka arsitek seperti apa yang ingin klien anda persepsikan atas diri anda. Apakah arsitek yang tidak tepat waktu atau arsitek yang bisa menjadi sahabat dalam sebuah proyek yang saran-sarannya profesional dan tepat sasaran.

Apakah anda hanya seorang penjual buku biasa atau anda adalah seorang penjual buku terpercaya yang bisa diminta pendapatnya tentang mana buku yang sesuai dengan pembeli anda dan selalu bisa diandalkan untuk menemukan buku yang pas bagi setiap pembeli toko buku anda.

Penemuan akan hal inti tidak hanya akan membuat bisnis anda bersinar tapi ini akan sangat membantu anda dalam proses bisnis itu sendiri dan memenangi persaingan. Jika saingan anda tidak melakukan apa yang semestinya didapatkan oleh klien, jika pesaing anda tidak memberikan pelayanan seperti apa yang diinginkan klien anda, rebut kesempatan itu dan jadilah pemenang.

Apa yang diinginkan klien yang tidak dilakukan oleh pesaing anda, itulah hal inti dari bisnis anda. Temukanlah hal inti seperti itu di setiap bisnis anda dan lihatlah, bagaimana hal inti akan membuat bisnis anda bersinar dan jauh lebih bersinar dari para pesaing anda. (W)
Menemukan Hal Inti Dari Bisnis dan PemasaranSocialTwist Tell-a-Friend

Media Hybrid: Sebuah Alternatif Solusi

Ketika dunia internet semakin merebak, dan para pemain media cetak global terus berinovasi dengan menerbitkan edisi media mereka dalam format online, maka kini giliran para pelaku media lokal (baca: indonesia) yang ikut juga untuk mengembangkan versi on-line mereka.

Saya kira yang paling fenomenal adalah Kompas.com, karena situs mereka termasuk lengkap dan menerapkan strategi 2.0 secara maksimal.


Apa yang terjadi pada media lokal kita ini bagi saya mengindikasikan bahwa, ketika internet berkembang menjadi dunia yang semakin besar maka para produsen akan masuk dalam konsep bisnis hybrid yaitu off-line dan on-line.

Hal ini dilakukan karena karakter pengguna dua media ini bisa jadi sangat terspesialisasi, versi cetak punya karakter sendiri dan versi on-line punya karakter sendiri.

Kalau mau lihat trend global, memang kini industri media cetak sedang empot-empotan, tapi untuk masuk dalam kondisi mati, itu masih bisa diperdebatkan, faktor yang berperan sangatlah banyak, bukan hanya faktor kemajuan teknologi tetapi harga saham, pengiklan, dan karakter perusahaan media global (yang besar kayak raksasa) yang biasanya lambat mengantisipasi pasar.

Pada sebuah artikel di majalah writers digest ada dua ahli yang masing-masing bertahan pada pendapatnya, satu sisi e-paper akan mengambil ‘nyawa’ kertas fisik, di sisi lain kertas fisik tidak bisa digantikan…

Dalam kondisi ini, penggabungan dua karakter media ini menjadi penting, alih-alih mengkanibalisasi versi cetak, kolaborasi adalah pilihan yang lebih bijak, mengingat kondisi media kita tidak semaju media global.

Yah, memang pertarungan ini belum ada pemenang, tapi saya kira, perusahaan yang bisa mengambil celah adalah yang melakukan strategi hybrid (off-line dan on-line).
Media Hybrid: Sebuah Alternatif SolusiSocialTwist Tell-a-Friend

Rabu, 25 November 2009

Membaca Berita di Dunia 2.0

Dunia 2.0 semakin mengambil tempat di dunia datar kita, setelah gegap gempita kemenangan Obama yang selalu dikaitkan dengan keberhasilannya memanfaatkan new media dengan cerdas dan konsisten lalu geliat politikus Indonesia yang beramai-ramai masuk di jejaring sosial Facebook, giliran media tanah air yang mulai bergeliat masuk dunai 2.0, dunia dimana interaksi dua arah yang berkutat pada dunia internet/online.

Jika di negara maju, seperti Amerika perdebatan mengenai ketakbertahanan media cetak telah berlangsung lama, kita di Indonesia rasanya baru akan mulai merasakan dampak dari kemajuan internet yang sangat pesat itu. Media 2.0 adalah media yang memanfaatkan internet sebagai sarana penyampaian informasi serta memanfaatkan karakteristik dunia 2.0 yang memaksimalkan interaksi dua arah.

Media baru yang dikenal dengan nama e-paper ini mulai digemari pelaku media nasional. Pada majalah Marketing edisi 12/VIII/Desember 2008 disebutkan setidaknya ada empat media cetak yang mulai merambah dunia internet sebagai bentuk online dari versi cetak mereka. Kontan, Kompas, Tempo, serta Republika adalah media-media cetak yang melakukan strategi koran internet (e-paper) ini. Keberadaan e-paper yang berawal dari versi cetak tentu berbeda dengan media-media yang memang didesain sejak awal untuk diwujudkan dalam bentuk online, seperti detik.com, kapanlagi.com, dan vivanews.com.

E-paper yang sudah ada di Indonesia biasanya adalah bentuk cetak yang di-online-kan, berita serta tampilan masih sebagian besar sama, secara garis besar belum ada perbedaan yang mencolok atau diferensiasi yang khas. E-paper jenis ini dibuat untuk merangkul konsumen berita modern, eksekutif perkotaan, dan mereka yang melek internet. Sedangkan media versi cetak merangkul konsumen belum melek internet, konsumen “kolot”, dan konsumen yang masih perlu merasakan sentuhan-sentuhan khas produk cetak.

Hal ini bisa jadi mengindikasikan bahwa media cetak tidak mempunyai pilihan lain dalam era persaingan dengan internet. Untuk mempertahankan dan meluaskan share konsumen, media cetak harus menerbitkan versi online mereka, bukan sebagai strategi khusus, melainkan agar tidak ketinggalan langkah oleh pesaing dan kemajuan teknologi juga agak tidak kehilangan konsumen.

Hal yang lebih penting sebenarnya akan terjadi pada masa-masa selanjutnya. Kerena jika diteliti lebih lanjut, konsumen cetak dan konsumen online bisa dibedakan secara jelas, dan tentu keduanya bisa dilayani dengan pemberian value yang khas dan spesifik bagi kedua jenis konsumen itu. Bisa jadi versi cetak tidak memuat beberapa fitur khusus dari e-paper, begitu juga sebaliknya.

Kekhasan fitur dari dua jenis aktualisasi media serta penekanan pada konten akan mejadi kunci utama keberhasialan e-paper, ini juga bisa menjadi strategi agar e-paper tidak menganibalisasi versi cetaknya, mengingat karakter konsumennya pun yang juga beda. Apalagi penggunaan teknologi yang mendukung e-paper yang juga masih belum maksimal. Industri internet di Indonesia baru berkembang, industri dan pengembangan teknologi yang mendukung juga masih terus berkembang.

Keuntungan yang bisa dimasimalkan e-paper adalah jenis produknya yang ramah lingkungan setidaknya tidak menggunakan kertas sebagai bahan dasar media jenis ini. Pembangunan citra merek yang positif dan mendukung isu global mengenai pemanasan bumi bisa dimaksimalkan dalam masa transisi dan pengenalan produk e-paper ini, setidaknya sampai konsumen pengguna media cetak dan online bisa terseleksi dan terpetakan dengan jelas.

Perkembangan internet di Indonesia memang cukup menggembirakan, walaupun koneksi di sini masih tergolong payah, pengguna social networking yang semakin bertambah serta budaya internet yang mulai menjadi gaya hidup, terutama generasi muda bisa menjadi pasar sangat menjanjikan. Belum lagi kondisi krisis dunia yang bisa jadi malah membuka peluang bagi para biro iklan yang berkonsentrasi pada media online.

Pengiklan modern akan tertarik dengan media jenis online ini, apalagi jika penawaran harga bisa menjadi satu paket dengan versi cetak. Belum lagi beberapa bisnis yang memang fokus pada konsumen di segmen online, akan memilih media online sebagai sarana promo karena lebih tersegmentasi.

Era baru dunia pemasaran sedang berkembang, komunitas yang menjadi sasaran utama pemasar menjadi sangat penting dan bernilai bagi perusahaan. Media internet memudahkan interaksi dan segmentasi iklan pada komunitas. Ini adalah nilai lebih yang sangat bisa dikembangkan dan menjadi nilai tambah yang dipunyai e-paper. Interaksi menjadi penting karena di sana perusahaan pengiklan bisa menjangkau secara langsung konsumen mereka.

Dunia jurnalisme pun semakin berkembang, jurnalisme warga lalu pertambahan blogger, ikut juga membantu perkembangan jurnalisme online. Meskipun perkembangan ini memberikan dampak negatif, namun sisi positifnya juga bisa dimanfaatkan demi kemajuan media yang ikut juga terkena dampak krisis.

Perkembangan teknologi, sejatinya memang digunakan untuk kemajuan manusia, begitu juga pekembangan media cetak ke versi online, sudah seharusnya memberi dampak yang signifikan pada konsumen media. E-paper tentu tidak bisa menggantikan seratus persen versi cetak, ada beberapa hal khas yang ada di versi cetak yang tidak bisa digantikan oleh versi online. Kesemuanya harus didesain untuk saling mendukung. Setiap segmen komsumen punya selera masing-masing yang khas, alih-alih menganibalisasi satu produk dengan produk yang lain, e-paper dan media versi cetak akan bisa lebih berkembang jika saling mendukung.

Selamat membaca berita di dunia 2.0.

***

Penulis, salah seorang pemilik LawangBuku distributor serta koordinator klab di Tobucil & Klabs Bandung.

Tulisan dimuat di koran Pikiran Rakyat, Sabtu 03 Januari 2008 (link artikel)




Membaca Berita di Dunia 2.0SocialTwist Tell-a-Friend

creative commons

Creative Commons License
socialnomic by wiku baskoro is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Unported License.
Based on a work at socialnomic.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at wikubaskoro@gmail.com.